Suara adzan Subuh sudah berkumandang. Hawa pagi menyeruak
masuk melalui celah jendela kamarku. Aku masih di sini, di depan laptopku,
menyelesaikan episode demi episode…..
Aku suka sekali menulis. Menulis apa saja. Puisi, cerpen, novel
atau apa saja yang membuatku nyaman jika aku menuliskannya. Ingin rasanya
buku-buku karyaku terpampang keren di toko-toko buku ternama seperti yang biasa
kukunjungi. Lalu orang-orang berebut untuk membaca, membeli dan memilikinya.
Tak hanya itu. Aku ingin tulisan-tulisanku diangkat ke dunia
film. Itu sebabnya sekarang aku juga mulai belajar menulis skenario, tepatnya
memindahkan cerita-ceritaku dalam bentuk skenario. Pernah karyaku digelar dalam sebuah lomba drama
kabaret di sekolah dan dibawakan dengan sempurna oleh teman-teman sekelasku.
Meski bukan yang terbaik, tapi predikat Lakon
Terfavorit telah membuatku semakin mantap dengan tekadku . Menjadi seorang
penulis.
Sebagai pemula, senang rasanya jika
tulisanku dimuat.
Energiku akan semakin menggunung meskipun honornya tak seberapa. Tak mudah memang. Masih syukur jika tulisanku dimuat
dan diberikan saran perbaikan. Kebanyakan tak ada kabar beritanya, dimuat atau
tidak.
“
Cita-cita kok pengen jadi penulis. Mau nulis apa ? Berapa gajinya ? “ begitu
reaksi ibu saat kunyatakan keinginanku saat itu. Sekian tahun yang lalu.
“ Yaaaah, ibu. Mana ada penulis yang digaji ? “ jawabku kesal.
“ Jadi, apa enaknya jadi penulis ? Ga ada gaji. Sudahlah,
lulus SMA cari kerja bantu-bantu ibu untuk biaya sekolah adikmu. Biar nanti adikmu saja yang kuliah “.
“ Mangkanya Rara mau jadi penulis saja . Duitnya banyak .
Dari royalty jika bukunya laris di pasaran “, aku bertahan.
“ Banyak bagaimana, Ra ? Memangnya kamu punya mamang atau uwa yang jadi juragan penerbitan buku ? Nggak kan ? Jangan mimpi
bukumu laris terjual. Orang lebih butuh beras daripada buku. Belajar aja yang
rajin, lulus, terus kerja ke mana sajalah. Pabrik komputer, pabrik gelas, pabrik
mobil di Tangerang atau Bekasi. Lumayan, kaya teman-temanmu. Mereka sudah bisa
mencukupi keluarganya di kampung, “
Deuuuuuh….. Lieur kalau sudah ngobrolin
tentang ini dengan ibu. Tapi ibu benar. Keprihatianan hidup membuatnya tidak
neko-neko. Sederhana saja dan tak menuntut banyak dari anak-anaknya. Sejak
kelahiran adikku ibu ditinggal bapak entah ke mana. Tak ada kabar. Dan ibu
menjadi orangtua tunggal bagi kami. Ibu harus berjualan di pasar sejak pagi
hingga sore untuk menghidupi keluarganya.
Pernah aku meminta kepada ibu agar uang tabunganku di
sekolah boleh kupakai untuk membeli buku. Senuah novel karya terbaru dari
penulis kesukaanku. Ibu tak mengijinkan. Kata ibu, uang tabunganku itu nanti
juga pasti habis terpakai untuk bayar macam-macam biaya di sekolah. Ah ibu…..
Sejak saat itu aku berfikir akan membuat sebuah buku. Aku menulis secara
manual saja di atas kertas HVS. Tak ada mesin ketik, tak punyakom puter atau pun laptop. Aku juga tak
cukup uang untuk berlama-lama menulis di rental computer. Maka kapan pun aku
sempat, aku menulis, menulis dan menulis. Terlalu banyak contohnya jika
kusebutkan nama-nama penulis ngetop yang berawal dari keprihatinan hidup. Karya
ditolak, itu biasa. Karya tak laku pun itu tak aneh. Tanpa rasa letih maupun
bosan aku tetap bersemangat untuk menyelesaikan buku ini, Aku berharap kelak
ibu akan bangga dengan karyaku. Sungguh aku ingin membahagiakan ibu dengan
caraku ini.
Tiga bulan penuh aku fokus dengan tulisanku. Sebuah bunga
rampai tentang berbagai kisah kehidupan. Kisah hidupku dan kisah hidup orang-orang
yang kutemui dalam hidupku. Ada banyak hal sederhana yang nampaknya tak
bermakna tapi bagiku memunculkan banyak hikmah untuk dikaji. Tentang ibuku yang
pantang menyerah berjuang demi kedua
anaknya tanpa lelaki penopang hidupnya, tentang Tania yang serba ada namun
selalu bersahaja, tentang Mang Braja tukang becak yang sabar dengan puluhan
penumpang langganannya yang kebanyakan anak-anak TK dan SD, tentang Mak Siti
penjual rujak yang hidupnya sebatang kara, tentang Pak Jaka guru Bahasa Inggrisku
yang super sabar dan penuh perhatian, tentang Rita sang
bintang sekolah yang penuh prestasi tapi meninggal tragis karena kejahatan
anak-anak geng motor, tentang…tentang…., ah banyak sekali yang sudah
kutuliskan. Hmm…..cukup sudah. Kuberi judul, “
Buku Ini Untuknya”.
Dengan rasa takut dan bimbang namun penuh harap, aku pun memberanikan diri untuk
memberikan buku buatanku itu kepada ibu.
“ Ini buku karya Rara untuk ibu “ .
“ Buku apa ini ?”
“ Ini buku buatan Rara bu,
Ibu baca yaa ….”, kataku harap-harap cemas.
“ Jadi, akhir-akhir ini kamu malas-malasan di kamar cuma buat buku seperti ini !” Ibu melempar buku itu ke lantai.
“ Ibu, jangan dibuang, ” aku bergegas memungut buku itu.
“ Ibu sudah berkali-kali bilang, kamu jangan mengkhayal.
Bikin tulisan seperti itu cuma mengkhayal, Ra. Kenapa nggak nurut ibu sih !”
“ Tapi Bu,Rara cuma ingin mewujudkan cita-cita Rara “.
“ Kamu bilang cita-cita ? Cita-cita kok pengen jadi
penulis. Orang susah kaya kita ini ya kerja yang bener. Penulis kan
kerjaanya pengangguran yang kelebihan
duit .“
“ Mengapa ibu selalu melarang Rara
jadi penulis? Penulis itu pekerjaan halal Bu !”
“ Dengar ya, Ra. Ibu tahu itu. Ibu hanya tidak mau anak ibu
jadi penulis. Hidupnya bakal susah. Ya kaya kita ini !” ibu berkata dengan suara pelan, tapi
berat terasa. Ada danau bening di sudut matanya. Ibu menangis, dan beranjak
masuk ke dalam kamar.
……
Aku
memang tak pernah menjadi seorang penulis di mata ibu. Bagiku, cukuplah yang
ibu tahu bahwa aku adalah seorang guru BK di sebuah SMA swasta dengan gaji yang
lebih dari cukup. Biarlah, tak apa. Mungkin pekerjaanku sebagai psikolog yang
juga penulis ini makah akan mengingatkannya pada ayah yang belakangan aku tahu
tewas karena peluru nyasar saat meliput kerusuhan antar suku di Papua sekian
tahun silam. Saat aku dan adikku masih kecil, belum tahu makna kehiidupan.
Kupandangi jajaran buku-buku yang
hampir seluruhnya best seller di
ruang kerjaku. Sebagian besar tentang psikologi remaja, beberapa novel, dan
kumpulan puisi. Aku juga mengasuh rubrik psikologi di beberapa majalah pendidikan
dan majalah remaja. Saat ini, sebuah buku sedang kugarap dalam bentuk skenario
dan sudah ada yang menyeponsorinya untuk dijadikan serial sinetron di sebuah TV
swata dengan judul : “Buku Ini Untuknya”, karya penulis terkenal : Randita Putri. Itu namaku. **
Dimuat dalam LIGHT Edisi 12, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar